Bab Ke-81:
Masuknya Orang Musyrik ke Dalam Masjid
(Aku berkata,
"Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnad-nya hadits Abu Hurairah
yang tercantum pada Kitab ke-64 'al-Maghazi', Bab ke-72.")
Bab Ke-82:
Mengeraskan Suara di Dalam Masjid
261. Saib bin Yazid
berkata, "Aku sedang berdiri di masjid, lalu ada seorang laki-laki melempariku
dengan beberapa batu kecil. Aku melihat ke arahnya, ternyata orang itu adalah
Umar ibnul Khaththab. Ia berkata, 'Pergilah, kemudian bawalah kedua orang itu ke
sini!' Aku membawa kedua orang itu kepadanya. Umar berkata, 'Siapakah Anda
berdua ini?' Atau, ia berkata, 'Dari manakah Anda berdua ini?' Mereka menjawab,
'Kami penduduk Thaif.' Umar berkata, 'Seandainya Anda berdua penduduk negeri ini
niscaya aku pukul Anda. Pantaskah Anda berdua mengeraskan suara di masjid
Rasulullah saw.?'"
Bab Ke-83:
Pertemuan-Pertemuan Keagamaan Berbentuk Lingkaran dan Duduk di Dalam
Masjid
262. Ibnu Umar berkata, "Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Muhammad saw ketika beliau [sedang di masjid] di atas mimbar [berkhotbah kepada orang banyak], 'Bagaimanakah shalat malam itu?' Beliau bersabda, 'Dua (rakaat) dua (rakaat). Jika takut kedahuluan subuh, shalat satu rakaat sebagai witir shalat yang sudah dikerjakan.' Dia berkata, 'Jadikanlah akhir shalatmu di malam hari itu witir karena Nabi Muhammad saw memerintahkan demikian.'" (Dalam satu riwayat: "Apabila engkau takut didahului masuknya waktu subuh, shalatlah satu rakaat sebagai witir bagi shalat yang sudah engkau kerjakan.")
Bab Ke-84:
Berbaring di Masjid dan Menjulurkan Kaki
263. Paman Abbad
bin Tamim pernah melihat Rasulullah saw. telentang di masjid sambil meletakkan
salah satu kaki beliau di atas yang lain
264. Sa'id ibnul Musayyab berkata "Umar dan Utsman juga pernah melakukan hal yang seperti itu."
Bab Ke-85:
Masjid yang Ada di Jalan dengan Tidak Mengganggu Orang Banyak
Al Hasan, Ayyub, dan Malik mengatakan begitu (yakni masjid di pinggir jalan hendaknya tidak mengganggu orang banyak).[Al-Hafizh menisbatkan atsar ini di dalam kitab al-Libas kepada al-Ismaili dengan catatan sebagai tambahan terhadap riwayatnya pada akhir hadits yang sebelumnya, seakan-akan kehadirannya memang tidak di sini di sisi penyusun (Imam Bukhari).]
Bab Ke-86:
Shalat di Masjid Pasar
Ibnu Aun shalat di masjid yang ada di rumahnya dan pintunya ditutup sehingga tidak dapat dimasuki oleh orang banyak.[Al-Hafizh tidak men-takhrij-nya.]
265. Abu Hurairah
r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad saw., bersabda, "Shalat jamaah melebihi atas
shalat seseorang di rumahnya dan di pasarnya dengan dua puluh lima derajat.
Sesungguhnya, salah seorang di antaramu apabila berwudhu dengan baik lalu datang
ke masjid hanya karena mau shalat, tidaklah ia melangkahkan satu langkah
melainkan Allah menaikkan derajatnya satu derajat dan menghapuskan satu
kesalahan darinya sampai ia masuk masjid. Apabila ia masuk masjid, ia (dinilai
dan diberi pahala seperti) berada dalam shalat selama ia bertahan karenanya dan
malaikat memohonkan rahmat selama ia di dalam majelisnya yang mana ia shalat di
dalamnya dan malaikat itu mengucapkan, 'Ya Allah, ampunilah ia, ya Allah
sayangilah ia,' selama ia belum berhadats.'"
Bab Ke-87: Menyilangkan Jari-Jari Tangan (Memasukkan Sela-Sela Jari Tangan Satu ke Dalam Sela-Sela Jari Tangan yang Lain) di Dalam Masjid dan di Luar Masjid
266. Ibnu Umar atau
Ibnu Amr berkata, "Nabi Muhammad saw menjalinkan jari-jari beliau."[Ini adalah bagian dari hadits mu'allaq yang akan disebutkan sesudahnya pada
sebagian jalannya dan ia mempunyai saksi (penguat) dan hadits Abu Hurairah yang
aku takkrij di dalam al-Ahaditsush Shahihah (206).]
Abdullah (Ibnu
Umar)[Hadits ini mu'allaq dan di-maushul-kan oleh Ibrahim al-Harbi di dalam Gharibul
Hadits dan Abu Ya'la di dalam Musnad-nya dan lainnya dengan sanad yang kuat, dan
telah aku takhrij dalam kitab di atas (al-Ahaditsush Shahihah).]
berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Wahai Abdullah bin Amr, bagaimana
keadaanmu kalau kamu berada di antara endapan (ampas) orang-orang seperti
ini...?"[Tampaknya yang dimaksud dengan perkataan "seperti ini" adalah menjalin
jari-jari. Kelengkapan hadits sebagaimana yang diriwayatkan oleh orang yang kami
sebutkan di atas adalah, "Mereka mudah mengobral janji dan amanat serta
bersilang sengketa, maka jadinya mereka seperti ini," dan beliau menjalin
jari-jari beliau....]
267. Abu Musa r.a.
berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Sesungguhnya, orang mukmin bagi orang
mukmin lain seperti sebuah bangunan di mana sebagiannya menguatkan sebagian yang
lain," dan beliau menjalinkan (menyilangkan) jari-jarinya.
268. Abu Hurairah
r.a. berkata, "Rasulullah saw shalat bersama kami dalam salah satu dari dua
shalat petang hari [zhuhur atau ashar, 2/66]." Ibnu Sirin berkata, "Abu Hurairah
menyebutkan jenis shalat itu, tetapi aku lupa." Muhammad (bin Sirin) berkata,
"[Dugaan berat aku adalah shalat ashar, 2/66, dan dalam satu riwayat: zhuhur,
7/85]."[Riwayat tentang shalat ashar ini didukung oleh riwayat Malik dari jalan Abu
Sufyan dari Abu Hurairah dan sudah disebutkan pada hadits mu'allaq pada nomor
86.]
Abu Hurairah berkata, "Beliau shalat bersama kami dua rakaat, kemudian beliau
salam, lalu beliau berdiri pada kayu yang melintang di [bagian depan] masjid,
kemudian beliau bersandar padanya seolah-olah beliau marah. Beliau meletakkan
tangan kanan di atas tangan kiri, menjalin antara jari-jari, dan meletakkan pipi
kanan di atas bagian luar dari telapak tangan kiri beliau, dan keluarlah
orang-orang yang bersegera dari pintu masjid. Mereka berkata, '[Apakah] shalat
sudah diringkas?' Adapun di kalangan kaum itu [pada waktu itu] ada Abu Bakar dan
Umar, tetapi mereka takut untuk menyatakannya. Di antara kaum itu ada seorang
laki-laki yang kedua tangannya panjang yang disebut (dalam satu riwayat: Nabi
Muhammad saw biasa memanggilnya) Dzulyadain, dia berkata, 'Wahai Rasulullah,
apakah engkau lupa ataukah memang shalat sudah diqashar (diringkas)?' Beliau
bersabda, 'Aku tidak lupa dan tidak pula shalat itu diqashar.' [Dzulyadain
berkata, 'Bahkan, engkau lupa, wahai Rasulullah.'] Beliau bertanya (kepada orang
banyak), 'Apakah (benar) sebagaimana yang dikatakan oleh Dzulyadain?' Mereka
menjawab, 'Ya.' [Beliau bersabda, 'Benar Dzulyadain.' Beliau lalu berdiri],
kemudian beliau maju dan shalat akan apa yang tertinggal [dalam satu riwayat:
dua rakaat lagi, 8/133], kemudian beliau salam, kemudian beliau bertakbir dan
sujud seperti sujudnya atau lebih lama. Beliau lalu mengangkat kepala dan
bertakbir, kemudian bertakbir dan sujud seperti sujudnya atau lebih lama. Beliau
lalu mengangkat kepala dan bertakbir.'" Bisa jadi, mereka bertanya, "Kemudian
beliau salam?"[Maksudnya boleh jadi, mereka bertanya kepada Ibnu Sirin yang meriwayatkan hadits
ini dari Abu Hurairah, "Apakah dalam hadits itu diceritakan: Kemudian beliau
salam?" Ibnu Sirin lalu menjawab, "Kami mendapat informasi...." Silakan periksa
al-Fath.] Ibnu Sirin berkata, "Kami mendapat informasi bahwa
Imran bin Hushain berkata, 'Beliau lalu salam.'"
Bab Ke-88:
Masjid-Masjid yang Terdapat di Jalan-Jalan Madinah dan Tempat-Tempat yang
Ditempati Nabi Muhammad saw. Shalat
269. Musa bin Uqbah
berkata, "Aku pernah melihat Salim bin Abdullah mencari-cari beberapa tempat di
jalan tertentu, lalu ia shalat di tempat-tempat itu dan memberitahukan bahwa
ayahnya pernah shalat di tempat-tempat itu dan ayahnya pernah melihat Nabi
Muhammad saw. shalat di tempat itu." Nafi' memberitahukan kepadaku dari Ibnu
Umar bahwasanya ia mengerjakan shalat di tempat-tempat itu. Aku bertanya pula
kepada Salim, maka aku tidak mengetahuinya melainkan cocok dengan apa yang
diterangkan Nafi' mengenai letak tempat tempat itu seluruhnya, hanya saja mereka
berbeda pendapat mengenai masjid yang terletak di Syaraf ar-Rauha'."
270. Nafi' berkata
bahwa Abdullah memberitahukan kepadanya bahwa Rasulullah saw. singgah di bani
Dzul Khulaifah ketika beliau umrah dan ketika beliau haji, di bawah pohon yang
berduri di kawasan masjid yang ada di Dzul Khulaifah. Apabila beliau pulang dari
suatu peperangan atau ketika pulang dari haji atau umrah, beliau turun dari
perut suatu lembah (yakni Wadil Atiq) di jalan itu. Apabila beliau muncul dari
suatu lembah, beliau menderumkan (unta) di tempat mengalirnya air di tebing
lembah timur. Beliau tiba di sana di malam hari sampai masuk waktu subuh, tidak
di masjid yang ada batunya dan tidak pula di bukit yang ada masjidnya. Di sana,
ada celah di mana Abdullah shalat; di lembahnya ada tumpukan pasir, di sana
Rasulullah saw shalat, lalu tumpukan pasir itu hanyut oleh banjir di tempat
mengalirnya air, sehingga menimbuni tempat yang dipakai shalat oleh
Abdullah.
271. Abdullah
berkata bahwa Nabi Muhammad saw shalat di masjid kecil yang lebih kecil daripada
masjid di dataran tinggi Rauha'. Abdullah mengetahui tempat yang dipergunakan
shalat oleh Nabi Muhammad saw. Ia berkata, "Di sana, di sebelah kananmu ketika
kamu berdiri shalat di masjid itu. Masjid itu di pinggir sebelah kanan, manakala
kamu pergi ke Mekah. Jaraknya dengan masjid besar adalah satu lemparan batu atau
yang semisal itu."
272. Abdullah bin
Umar shalat di lembah Irquzh-Zhibyah yang ada di ujung Rauha'. Lembah itu
penghabisan ujungnya di pinggir jalan di bawah masjid yang terletak di antaranya
dengan ujung Rauha' di kala kamu pergi ke Mekah dan di sana telah dibangun
masjid. Abdullah tidak shalat di masjid itu. Ia meninggalkannya dari sebelah
kiri dan sebelah belakangnya, dan ia shalat di mukanya sampai ke lembah itu
sendiri. Abdullah pulang dari Rauha' dan ia tidak shalat zhuhur sehingga tiba di
tempat itu, lalu dia shalat zhuhur di sana. Apabila ia datang dari Mekah, jika
ia melewatinya sesaat sebelum subuh atau di akhir waktu sahur, ia singgah
sehingga ia shalat subuh di sana.
273. Abdullah
berkata bahwa Nabi Muhammad saw. singgah di bawah pohon besar dekat Ruwaitsah di
sebelah kanan jalan, yakni jalan tembus di tempat yang rendah dan datar sehingga
ia keluar dari bukit kecil di bawah dua mil dari Ruwaitsah. Bagian atasnya telah
runtuh dan gugur ke jurangnya dan bagian itu ada di belakang, dan di belakang
itu pula terdapat banyak puing.
274. Nafi' berkata
bahwa Nabi Muhammad saw shalat di ujung saluran air di belakang Araj.[Sebuah perkampungan yang jaraknya dari Ruwaitsah sejauh 10 atau 14 mil.] Ketika Anda pergi ke
dataran tinggi, di sebelah masjid itu terdapat dua atau tiga kuburan. Di atas
kuburan itu ada batu nisan, di sebelah kanan jalan, di sebelah bebatuan jalan,
di antara bebatuan itu Abdullah pulang dari Araj setelah matahari tergelincir di
siang hari, lalu ia shalat zhuhur di masjid itu.
275. Abdullah bin
Umar bercerita kepadanya (Nafi') bahwa Rasulullah saw singgah di pohon-pohon di
kiri jalan di tempat saluran dekat Harsya.[Bukit yang terletak di pertemuan jalan Madinah dan Syam, dekat Juhfah.] Saluran itu lekat dengan (terletak di)
ujung Harsya, antara dia dengan jalan dekat dari sasaran panah (jaraknya sekitar
dua per tiga mil). Abdullah shalat di bawah pohon yang terdekat dari jalan dan
itulah pohon yang paling tinggi.
276. Dulu, Nabi
Muhammad saw singgah di saluran yang terdekat dengan Zhahran [Suatu lembah yang oleh masyarakat umum disebut dengan Bathn Muruw, yang jaraknya
dengan Mekah sejauh 16 mil.] ke arah Madinah
ketika beliau singgah di Shafrawat.[Jamak dari Shafia', sebuah tempat yang terletak sesudah Zhahran.] Beliau singgah di saluran itu di sebelah kiri jalan
di kala kamu pergi ke Mekah. Antara tempat tinggal Rasulullah saw dan jalan itu
hanya satu lemparan batu.
277. Abdullah bin
Umar bercerita kepada Nafi' bahwasanya Nabi Muhammad saw singgah di Dzi
Thuwa [Suatu tempat di sebelah pintu Ka'bah yang disukai orang yang hendak masuk Mekah
agar mandi di situ. Masalah mandi ini akan disebutkan dalam hadits Ibnu Umar
pada Kitab ke-25 "al-Hajj", Bab ke-38.] dan
bermalam sampai pagi. Beliau lalu shalat subuh ketika tiba di Mekah. Mushalla
Rasulullah saw di bukit yang besar. Di sana, tidak ada masjid yang dibangun,
tetapi mushalla nya di bawah bukit yang besar.
278. Abdullah bin
Umar bercerita kepada Nafi' bahwa Nabi Muhammad saw. menghadap dua tempat masuk
gunung yang terletak di antara gunung itu dan gunung tinggi yang menuju Ka'bah.
Beliau memposisikan masjid yang dibangun di sana berada di sebelah kiri masjid
yang berada di ujung bukit Mushalla (tempat shalat) Nabi Muhammad saw lebih
bawah darinya di atas bukit hitam, yang jaraknya dari bukit itu sekitar sepuluh
hasta. Beliau lalu shalat dengan menghadap dua tempat rnasuk yang ada antara
kamu dan Ka'bah.[Al-Hafizh berkata, "Masjid-masjid ini sekarang sudah tidak diketahui lagi selain
Masjid Dzil Hulaifah. Masjid-masjid yang ada di Rauha' dikenal oleh penduduk
sekitar." Aku (al-Albani) berkata, "Menapaktilasi shalat di sana yang dilarang
Umar itu bertentangan dengan perbuatan putranya (Ibnu Umar) dan sudah tentu Ibnu
Umar lebih tahu karena terdapat riwayat yang menceritakan bahwa dia melihat
orang-orang di dalam suatu bepergian lantas mereka bersegera menuju ke suatu
tempat, lalu dia bertanya tentang hal itu. Mereka menjawab, 'Nabi Muhammad saw.
pernah shalat di situ.' Dia berkata, 'Barangsiapa yang ingin shalat, silakan;
dan barangsiapa yang tidak berminat, silakan jalan terus. Sesungguhnya, Ahli
Kitab telah rusak karena mereka mengikuti tapak tilas nabi-nabi mereka, lantas
menjadikannya gereja-gereja dan biara-biara.'" Aku katakan bahwa ini menunjukkan
ilmu dan pengetahuannya radhiyallahu anhu dan Anda dapat menjumpai takkrij atsar
ini beserta penjelasan tentang hukum menapaktilasi para nabi dan shalihin di
dalam fatwa-fatwaku pada akhir kitab Jaziiratu Failika wa Khuraftu Atsaril
Khidhri fiihaa" karya Ustadz Ahmad bin Abdul Aziz al-Hushain, terbitan ad-Darus
Salafiyyah, Kuwait, halaman 43-57. Silakan periksa karena masalah ini sangat
penting.]
Bab-Bab Sutrah Orang yang Shalat
Bab Ke-89:
Sutrah (Sasaran/Pembatas) Imam adalah Juga Sutrah Orang yang di
Belakangnya
279. Ibnu Umar r.a.
mengatakan bahwa Rasulullah ketika keluar pada hari raya (dalam satu riwayat:
pada hari Idul Fitri dan Idul Adha [2/7] ke mushalla/ lapangan tempat shalat Id
2/8), beliau memerintahkan kepada kami untuk meletakkan tombak di hadapan
beliau. (Dalam satu riwayat: beliau biasa pergi ke mushalla dan dibawakan
tombak. Lalu, ditancapkan di hadapan beliau. Dalam riwayat lain: ditegakkan di
hadapan beliau 1/127). Lalu, beliau shalat dengan menghadap kepadanya, sedang
orang-orang di belakang beliau. Beliau berbuat demikian itu dalam perjalanan.
Karena itulah, para amir mengambilnya (melakukannya).
Bab Ke-90:
Berapakah Seyogianya Jarak Antara Orang yang Shalat dan Sutrahnya
280. Sahl r.a.
berkata, "Antara tempat shalat Rasulullah [Yakni tempat sujud beliau, dan perkataan al-Asqalani, "Yakni tempat beliau dalam
shalat", adalah jauh dari kebenaran. Karena, tidak mungkin beliau biasa bersujud
dalam jarak seperti ini. Kecuali, kalau dikatakan bahwa beliau mundur ketika
sujud. Sebagian golongan Malikiah berpendapat seperti ini. Tetapi, pendapat ini
ditentang oleh Abul Hasan as-Sindi rahimahullah. Di antara yang mendukung
pendapat ini ialah kalau Rasulullah berdiri dalam jarak yang demikian dekat
dengan dinding itu, sudah tentu jarak shaf yang ada di belakang beliau sekitar
tiga bahu. Ini bertentangan dengan Sunnah dalam merapatkan barisan, dan
bertentangan dengan sabda beliau, 'Berdekat-dekatanlah kamu di antara
shaf-shaf." Hadits ini adalah sahih dan kami takhrij dalam Shahih Abi Dawud
(673). Pendapat itu juga bertentangan dengan hadits Ibnu Umar yang tercantum
pada nomor 283 akan datang.
] dan dinding (dan dalam satu riwayat: jarak antara dinding masjid ke arah kiblat dengan mimbar 8/154)[Saya katakan, "Riwayat ini menurut pendapat saya lebih sah sanadnya daripada yang pertama. Di dalam riwayat ini tidak terdapat kemusykilan seperti pada riwayat yang pertama. Riwayat ini didukung oleh hadits Salamah yang disebutkan sesudahnya. Bahkan, riwayat yang pertama itu syadz 'ganjil' sebagaimana saya jelaskan dalam Shahih Abi Dawud (693)."] adalah kira-kira jalan tempat lewatnya kambing."
] dan dinding (dan dalam satu riwayat: jarak antara dinding masjid ke arah kiblat dengan mimbar 8/154)[Saya katakan, "Riwayat ini menurut pendapat saya lebih sah sanadnya daripada yang pertama. Di dalam riwayat ini tidak terdapat kemusykilan seperti pada riwayat yang pertama. Riwayat ini didukung oleh hadits Salamah yang disebutkan sesudahnya. Bahkan, riwayat yang pertama itu syadz 'ganjil' sebagaimana saya jelaskan dalam Shahih Abi Dawud (693)."] adalah kira-kira jalan tempat lewatnya kambing."
281. Salamah r.a.
berkata, "Dinding masjid di sisi mimbar itu hampir-hampir seekor biri-biri saja
tidak dapat melaluinya."[Al-Mihlab berkata, "Di antara dinding dengan mimbar masjid terdapat kesunnahan
yang perlu diikuti mengenai tempat mimbar, agar dapat dimasuki dari tempat itu."]
Bab Ke-91:
Shalat Menghadapi Tombak Pendek sebagai Sutrah
(Saya berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang
disebutkan pada nomor 279 tadi.")
Bab Ke-92:
Shalat Menghadapi Tongkat
Bab Ke-93:
Sutrah di Mekah dan Lain-Lainnya
(Saya berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Juhaifah
yang disebutkan pada nomor 211 di muka."
Bab Ke-94:
Shalat dengan Menghadapi Pilar-Pilar
Umar berkata,
"Orang-orang yang shalat lebih berhak untuk shalat di belakang pilar-pilar
masjid daripada orang-orang yang berbicara."[Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dan al-Humaidi dari jalan Hamdan dari Umar.
Demikian penjelasan dalam Asy-Syarh]
Umar juga pernah
melihat seseorang shalat di antara dua pilar. Lalu, dia memindahkannya ke dekat
sebuah pilar dan menyuruhnya supaya shalat di belakangnya.[Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah juga dari jalan Muawiyah bin Qurrah bin
Iyas al-Muzani, dari ayahnya, seorang sahabat, katanya, "Umar pernah melihat aku
ketika aku sedang shalat..." Lalu ia menyebutkan seperti riwayat di atas]
282. Yazid bin
Ubaid berkata, "Saya bersama-sama dengan Salamah bin Akwa' dan dia shalat pada
tiang yang ada di sebelah mushaf. Lalu saya berkata kepadanya, 'Wahai Abu
Muslim, saya melihatmu selalu shalat pada tiang ini.' Ia menjawab, 'Sesungguhnya
saya melihat Rasulullah selalu shalat padanya.'"
Bab Ke-95:
Mendirikan Shalat yang Bukan Jamaah di Antara Pilar-Pilar
(Saya berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang
akan disebutkan pada '56 - Al-Jihad / 127 - BAB'").
Bab
Ke-96:
283. Nafi'
mengatakan bahwa Abdullah apabila memasuki Ka'bah, dia terus berjalan ke muka
dan meninggalkan pintu Ka'bah di belakangnya. Dia berjalan terus sehingga
dinding yang ada di hadapannya hanya berada lebih kurang tiga hasta darinya. Dia
shalat di mana Nabi saw pernah shalat, sebagaimana diceritakan Bilal kepadanya.
Ibnu Umar berkata, "Tidak ada persoalan bagi seseorang di antara kita untuk
shalat di sembarang tempat di Ka'bah."
Bab Ke-97:
Shalat Menghadap Kendaraan, Unta, Pohon, dan Pelana
284. Dari Nafi'
dari Ibnu Umar dari Nabi saw bahwa beliau menjadikan kendaraan beliau sebagai
sasaran (sutrah) shalat. Lalu, beliau shalat menghadap kepadanya. Saya bertanya,
"Apakah kamu melihat apabila kendaraan itu bergerak?" Ia menjawab, "Beliau
mengambil kendaraan kecil, ditegakkannya. Lalu, beliau shalat di bagian
belakangnya." Umar melakukannya seperti itu.
Bab Ke-98:
Shalat Menghadapi Ranjang
(Saya berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang akan
disebutkan pada nomor 288.")
Bab Ke-99: Orang
yang Shalat Menolak Orang yang Lewat di Depannya
Ibnu Umar menolak
orang yang lewat di depannya ketika sedang bertasyahud dan sewaktu di dalam
Ka'bah. Dia pernah berkata, "Jika ia tidak mau kecuali engkau perangi, maka
perangilah ia!"
285. Abu Sa'id
Al-Khudri mengatakan bahwa ia shalat di hari Jumat pada sesuatu yang menutupinya
dari manusia. Seorang pemuda dari bani Abu Muaith akan lewat di depannya. Abu
Said menolak dadanya. Maka, pemuda itu melihat. Namun, ia tidak mendapat jalan
selain di depannya. Lalu, ia kembali untuk melewatinya. Namun, Abu Said menolak
lebih keras daripada yang pertama. Maka, ia mendapat (sesuatu yang tidak
menyenangkan-penj.) dari Abu Sa'id. Kemudian ia datang kepada Marwan, mengadukan
apa yang ia jumpai dari Abu Sa'id. Abu Sa'id datang pula kepada Marwan di
belakangnya, lalu Marwan bertanya, "Ada apakah kamu dan anak saudaramu, hai Abu
Said?" Abu Sa'id menjawab, "Saya mendengar Nabi bersabda, 'Apabila salah seorang
di antaramu sedang shalat dengan ada sesuatu yang menutupinya dari orang banyak,
lalu ada seseorang yang akan lewat di depannya, maka tolaklah ia.' (Dan dalam
satu riwayat: 'Apabila ada sesuatu yang hendak lewat di depan seseorang di
antara kamu ketika ia sedang shalat, maka hendaklah ia mencegahnya. Jika tidak
mau, maka hendaklah ia mecegahnya lagi.' 4192). Jika ia enggan, maka perangilah
ia, karena sesungguhnya ia adalah setan.'"
0 komentar:
Posting Komentar