Berikut penjelasan hadits-hadits lemah (yang dimaksud pada poin di atas) tersebut.
Hadits Pertama
Hadits Ar-Rubayyi’ bintu Mu’awwidz,
وَمَسَحَ رَأْسَهُ مَرَّتَيْنِ
“Dan beliau mengusap kepalanya dua kali.”
Hadits ini dikeluarkan oleh ‘Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf no. 11, Abu Daud no. 126, At-Tirmidzy no. 33, Ibnu Majah no. 438, Ahmad 6/359, Ath-Thabarany 24/no. 675, 681, 686, 687 dan dalam Al-Ausath no. 939, dan Al-Baihaqy 1/64. Semuanya dari jalan ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Aqil dan dia ini adalah rawi yang diperselisihkan oleh para ulama apakah bisa diterima haditsnya atau tidak. Dan saya lebih condong ke pendapat syeikh Muqbil rahimahullah yang menguatkan akan lemahnya riwayatnya, apalagi dalam hadits ini dia telah goncang dalam meriwayatkannya. Kegoncangan tersebut karena di dalam riwayat lain, yang dikeluarkan oleh Abu Daud no. 129, At-Tirmidzy no. 34, Ibnu Abi Syaibah no. 59, Al-Baihaqy 1/58-60, Ath-Thabarany 24/no. 689 dan dalam Al-Ausath no. 2388, 6100 dan dalam Ash-Shaghir no. 1167, dan Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no. 144, ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Aqil menyebutkan mengusap kepala satu kali bukan dua kali. Maka ini memperkuat akan lemahnya hadits ini, Wallahu A’lam.
Hadits Kedua
Hadits ‘Utsman bin ‘Affan.
Berkata Imam Al-Baihaqy dalam As-Sunan Al-Kubra 1/62, “Telah diriwayatkan dari riwayat-riwayat yang aneh dari ‘Utsman radhiyallahu ‘anhu pengulangan dalam mengusap kepala, akan tetapi riwayat-riwayat tersebut -bersamaan dengan menyelisihi riwayat para huffazh ‘ahli hafalan’ yang tsiqah- bukanlah hujjah di kalangan Ahli Ma’rifat ‘para ulama’ walaupun sebagian Ashhab ‘orang-orang Syafi’iyah’ berhujjah dengannya.”
Berkata Abu Daud dalam As-Sunan 1/64 (cet. Dar Ibnu Hazm), “Hadits-hadits ‘Utsman yang shahih semuanya menunjukkan bahwa mengusap kepala itu hanya sekali saja.”
Ini kesimpulan secara global tentang kelemahan riwayat mengusap kepala tiga kali dalam hadits ‘Utsman bin ‘Affan.
Adapun penjelasan lemahnya secara rinci adalah sebagai berikut.
Penyebutan kepala diusap tiga kali dalam hadits ‘Utsman bin ‘Affan datang dalam lima jalan:
Pertama , dari jalan ‘Abdurrahman bin Wardan, dari Abu Salamah, dari Humran, dari ‘Utsman bin ‘Affan.
Diriwayatkan oleh Abu Daud no. 107, Al-Bazzar no. 418, Ad-Daraquthny 1/91, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah no. 328, dan Al-Baihaqy 1/62.
‘Abdurrahman bin Wardan ini rawi yang lemah di tingkatan syawahid ‘pendukung’.
Kedua , dari jalan ‘Amir bin Syaqiq bin Jamrah, dari Syaqiq bin Salamah, dari ‘Utsman.
Diriwayatkan oleh Abu Daud no. 110, Ad-Daraquthny 1/91 dan Al-Baihaqy 1/63. Di dalam sanad hadits ini ada dua cacat:
1. ‘Amir bin Syaqiq adalah layyinul hadits ‘lembek haditsnya’ sebagaimana yang disimpulkan oleh Ibnu Hajar dalam At-Taqrib .
2. ‘Amir bin Syaqiq telah goncang dalam meriwayatkan hadits ini karena, dalam Sunan Abu Daud , Musnad Al-Bazzar no. 393, dan Shahih Ibnu Khuzaimah , dia meriwayatkan hadits yang sama dan tidak menyebutkan bahwa kepala diusap tiga kali.
Ketiga , dari jalan Muhammad bin ‘Abdillah bin Abi Maryam, dari Ibnu Darah Maula ‘Utsman, dari ‘Utsman.
Dikeluarkan oleh Ahmad 1/61, Ad-Daraquthny 1/91-92, Al-Baihaqy 1/62, Al-Maqdasy no. 364, dan Ibnu Jauzy dalam At-Tahqiq no. 136. Ibnu Darah ini majhulul hal ‘tidak dikenal’ sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam At-Talkhis 1/146 (cet. Mu’assah Qurthubah), dan ada kemungkinan dia goncang dalam meriwayatkan hadits ini, sebab dalam riwayat Al-Bazzar no. 409 tidak disebutkan mengusap kepala tiga kali.
Kempat , dari jalan Ishaq bin Yahya, dari Mu’awiyah bin ‘Abdillah bin Ja’far bin Abi Thalib, dari ayahnya, dari ‘Utsman.
Dikeluarkan oleh Imam Ad-Daraquthny dan Al-Baihaqy 1/63. Ishaq bin Yahya ini matrukul hadits ‘ditinggalkan haditsnya’.
Kelima , dari jalan Shalih bin Abdul Jabbar, dari Ibnu Bailamany, dari ayahnya, dari ‘Utsman bin ‘Affan.
Diriwayatkan oleh Imam Ad-Daraquthny 1/92 dan di dalam sanadnya ada tiga kelemahan:
1. Shalih bin ‘Abdul Jabbar meriwayatkan hadits-hadits yang mungkar dari Ibnul Bailamany. Demikian komentar Al-‘Uqaily.
2. Ibnul Bailamany, namanya adalah Muhammad bin Abdurrahman. Ia ini rawi yang mungkarul hadits, bahwa dianggap Muttaham ‘dicurigai berdusta’, oleh Ibnu ‘Ady dan Ibnu Hibban.
3. Ayah Ibnul Bailamany, yaitu ‘Abdurrahman, dha’if sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar.
Lihat Mizanul I’tidal , Lisanul Mizan , Taqribut Tahdzib dan lain-lain.
Catatan
ada beberapa jalan lain yang disebutkan oleh Ibnul Mulaqqin dalam Al-Badru Al-Munir, tapi setelah saya merujuk keasalnya, ternyata tidak ada lafazh mengusap kepala tiga kali. Karena itu, kami tidak menyebutkannya.
Hadits Ketiga
Hadits ‘Ali bin Abi Thalib.
Iman Az-Zaila’iy dalam kitabnya, Nashbur Rayah 1/32-33, menyebutkan bahwa ada tiga jalan dalam hadits ‘Ali bin Abi Thalib yang menyebutkan bahwa kepala diusap tiga kali. Berikut ini uraian jalan-jalan tersebut.
Pertama , dari jalan Abu Hanifah meriwayatkan dari Khalid bin ‘Alqamah, dari ‘Abdul Khair, dari Aly.
Diriwayatkan oleh Abu Hanifah sebagaimana dalam Musnad -nya, Abu Yusuf dalam Kitabul Atsar no. 4,dan Al-Baihaqy 1/63.
Di dalamnya ada dua kelemahan:
1. Abu Hanifah dha’if menurut jumhur ulama Al-Jarh Wat-Ta’dil. Baca Nasyru Ash-Shahifah karya Syaikhuna Muqbil rahimahullah.
2. Imam Ad-Daraquthny menyebutkan bahwa Abu Hanifah telah menyelisihi sekelompok ulama Al-Huffadz ‘ahli hafalan’ seperti Zaidah bin Qudamah, Sufyan Ats-Tsaury, Syu’bah, Abu ‘Awanah, Syarik, Ja’far bin Harits, Harun bin Sa’d, Ja’far bin Muhammad, Hajjaj bin Artha`ah, Aban bin Taghlib, Aly bin Shalih, Hazim bin Ibrahim, Hasan bin Shalih dan Ja’far Al-Ahmar. Semua menyebutkan bahwa kepala hanya diusap satu kali, bukan tiga kali. Demikian dinukil Az-Zaila’iy dalam Nashbur Rayah dan lihat juga ‘ Ilal Ad-Daraquthny 4\48-31.
Kedua , diriwayatkan oleh Imam Al-Bazzar dalam Musnad -nya no. 736 dari jalan Abu Daud Ath-Thayalisi, dari Sallam bin Sulaim Abul Ahwash, dari Abu Ishaq, dari Abu Hayyah bin Qais, dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, dan disebutkan bahwa beliau mengusap kepalanya tiga kali.
Demikian riwayat Al-Bazzar. Tetapi riwayatnya ini diselisihi oleh para imam lainnya seperti Abu Daud dalam Sunan -nya no. (?) , At-Tirmidzy no. (?) , An-Nasa`i no . (?) , Ibnu Majah no. 436, 456, Al-Bukhary dalam Al-Kuna hal. 24, Abdullah bin Ahmad dalam Zawa’id Al-Musnad 1/127,157, Abu Ya’la no. (?) , Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah no. 795-798, dan Al-Baihaqy 1/75.
Maka jelaslah dari sini ada kesalahan dalam riwayat Al-Bazzar. Tetapi, dari mana asal kesalahan ini, sedangkan seluruh rawi Al-Bazzar Muhtajun Bihim ‘dipakai berhujjah’?
Penulis lebih condong menitikberatkan kesalahan pada Al-Bazzar karena beliau memiliki kelemahan dari sisi hafalannya. Wallahu A’lam.
Ketiga , diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabarany dalam Musnad Asy-Syamiyyin no. 1336. Di dalam sanadnya terdapat rawi-rawi yang saya tidak temukan biografinya, dan ada rawi yang bernama Sulaiman bin Abdurrahman dha’if dan rawi lain bernama ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Ubaidillah Al-Himsyi dha’if kadang-kadang meriwayatkan hadits mungkar.
Hadits Keempat
Hadits Abu Hurairah.
Diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabarany dalam Al-Ausath no. 5912 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata,
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ فَمَضْمَضْ ثَلاَثًا وَاسْتَنْشَقَ ثَلاَثًا وَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا وَغَسَلَ يَدَيْهِ ثَلاَثُا وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ ثَلاَثًا وَغَسَلَ قَدَمَيْهِ ثَلاَثًا
“Sesungguhnya Rasulullah berwudhu maka beliau berkumur-kumur tiga kali dan menghirup air tiga kali dan mencuci wajahnya tiga kali dan mencuci kedua tangannya tiga kali mengusap kepalanya tiga kali dan mencuci kedua kakinya tiga kali.”
Di dalam sanadnya terdapat dua cacat:
1. Guru Imam Ath-Thabarany, Muhammad bin Yahya bin Al-Mundzir Al-Qazzaz Al-Bashry, tidak disebutkan padanya jarh dan ta’dil.
2. ‘Amir bin ‘Abdul Wahid Al-Ahwal disimpulkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Taqribut Tahdzib bahwa beliau adalah shaduqun yukhti`u, berarti ia menurut penilaian Al-Hafizh hanyalah dipakai sebagai pendukung. Kemudian tidak pantas ia bersendirian dari ‘Atha` bin Abi Rabah dalam meriwayatkan hadits yang seperti ini karena ‘Atha` adalah seorang rawi yang terkenal mempunyai banyak murid lalu dimana murid-muridnya yang lain yang lebih senior? Kenapa mereka tidak meriwayatkan hadits ini? Wallahu A’lam.
Dari uraian di atas jelaslah lemah pendapat bahwa kepala boleh diusap lebih dari satu kali. Berarti dengan hal ini nampak kuat pendapat bahwa kepala hanya diusap satu kali.
Pendapat ini yang dikuatkan oleh Ibnu Qudamah, Ibnu Taimiyah, Syaikh Muqbil, dan lain-lain. Wallahu a’lam.
Baca Al-Mughny 1/178-180, Al-Majmu’ 1/460-465, Al-Fatawa 21/125-127.
Mengusap Telinga Dengan Air Tersendiri
Dalam praktik wudhu di tengah masyarakat, kebanyakan dari mereka ketika mengusap kepala mengambil air kemudian setelah itu mengambil air lagi untuk mengusap telinga. Ini juga merupakan kesalahan dalam wudhu.
Kami tegaskan demikian karena dua alasan:
Alasan pertama , dalil-dalil yang dipakai tentang disyariatkannya mengambil air baru untuk telinga bersumber dari hadits yang lemah, yakni hadits ‘Abdullah bin Zaid,
إِنَّهُ رَأَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ فَأَخَذَ لِأُذُنَيْهِ مَاءً خِلاَفَ الَّذِيْ أَخَذَ لِرَأْسِهِ
“Sesungguhnya ia melihat Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam berwudhu lalu beliau mengambil untuk kedua telinganya air selain dari air yang dia ambil untuk kepalanya.”
Hadits dengan lafazh ini diiriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqy dari jalan Al-Haitsam bin Kharijah dari Ibnu Wahb dari ‘Amir bin Harits dari ‘Itban bin Waqi’ Al-Anshary dari ayahnya dari ‘Abdullah bin Zaid. Imam Al-Baihaqy juga menyebutkan bahwa ada rawi lain juga meriwayatkan hal yang sama dari Ibnu Wahb yaitu ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Imran bin Miqlash dan Harmalah bin Yahya.
Hadits ini syadz ‘lemah’ sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram . Kami menetapkan syadz-nya hadits ini karena tiga sebab:
1. Imam Muslim meriwayatkan hadits ini dari jalan Ibnu Wahb tetapi dengan lafazh,
وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ بِمَاءٍ غَيْرِ فَضْلِ يَدِهِ
“Dan beliau mengusap kepalanya dengan air bukan sisa (air untuk mencuci) tangannya.”
1. Imam Ibnu Turkumany, dalam Al-Jauhar An-Naqy , menyebutkan bahwa Ibnu Daqiq Al-Ied melihat dalam riwayat Ibnul Muqri’ dari Harmalah dari Ibnu Wahb bukan seperti lafazh Al-Baihaqy tetapi seperti lafazh Muslim.
2. Enam orang rawi semua meriwayatkan dari Ibnu Wahb dan mereka menyebutkan hadits dengan lafazh riwayat Muslim. Enam rawi itu adalah: Harun bin Ma’ruf, Harun bin Sa’id, Abu Ath-Thahir, Hajjaj bin Ibrahim Al-Azraq, Ahmad bin ‘Abdirrahman bin Wahb, dan Syuraij bin Nu’man. Lihat riwayat mereka dalam Shahih Muslim no. 236, Musnad Abu ‘Awanah , dan Musnad Ahmad 4/41.
Nampaklah dari sini kesalahan riwayat Al-Baihaqy yang menetapkan bahwa telinga diusap dengan air tersendiri, sehingga riwayat ini tidak bisa dipakai berhujjah.
Alasan kedua , mengambil air tersendiri untuk kedua telinga adalah menyelisihi sunnah Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam , sebab dalam satu hadits yang shahih, Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam menyatakan,
الْأُذُنَانِ مِنَ الرَّأْسِ
“Kedua telinga itu bagian dari kepala.” (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shahihah no. 36 )
Maksud hadits ini bahwa telinga itu bagian dari kepala dan hukumnya sama dengan kepala. Karena bagian dari kepala, maka kedua telinga diusap dengan air yang diambil untuk kepala.
Sebagai kesimpulan bahwa kedua telinga diusap dengan air lebih dari kepala setelah mengusap kepala dan tidak disyaratkan mengambil air tersendiri untuk telinga. Wallahu a’lam.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Dan cara wudhu yang pasti dari beliau shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam , dalam riwayat Ash-Shahihain (Bukhary-Muslim) dan lain-lainnya dari beberapa jalan, tidak ada padanya (keterangan) mengambil air baru bagi telinga.” Lihat Al-Fatawa 11/279.
Berkata Ibnul Qayyim, “Dan tidak tsabit ‘tetap/shahih’ dari beliau bahwa beliau mengambil untuk kedua (telinga)nya air baru.” Lihat Zadul Ma’ad 1/195.
Pendapat yang kami kuatkan ini adalah pendapat Jumhur ulama.
Baca Al-Mughny 1/183-184, Al-Majmu’ 1/424-426, Nailul Authar 1/204 dan lain-lainnya.
Mengusap Leher dan Tengkuk
Ternasuk kesalahan dalam berwudhu adalah mengusap leher atau sebagian darinya seperti tengkuk. Kesalahan perkara tersebut adalah jelas karena tidak ada hadits yang shahih yang menunjukkan hal tersebut. Yang ada hanyalah hadits-hadits yang lemah ataupun palsu, di antaranya:
Hadits Laits bin Abi Sulaim dari Thalhah bin Musharrif, dari ayahnya, dari kakeknya,
إِنَّهُ رَأَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ رَأْسَهُ حَتَّى بَلَغَ القَذَالَ وَمَا يَلِيْهِ مِنْ مُقَدَّمِ الْعُنُقِ
“ Sesungguhnya beliau melihat Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam mengusap kepalanya hingga ke belakang kepala (tengkuk) dan yang setelahnya dari permulaan batang leher .”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad 3/481, Abu Daud no. 132, Al-Baihaqy 1/60, Ath-Thahawy dalam Syarh Ma’an y Al-Atsar 1/30, Ath-Thabarany 19/180/407, dan Al-Khatib dalam Tarikh Baghdad 6/169. Di dalam sanadnya ada rawi yang bernama Laits bin Abi Sulaim dan ia adalah seorang rawi yang lemah. Juga riwayat Thalhah bin Musharrif dari ayahnya dari kakeknya ada kelemahan sebagaimana yang telah dijelaskan pada pembahasan memisah antara kumur-kumur dan menghirup air.
Mungkin karena itulah Imam An-Nawawy, dalam Al-Majmu’ 1/488, berkata , “ Ia adalah hadits yang lemah menurut kesepakatan (para ulama-pent.) .”
Demikian pula hadits yang berbunyi,
مَسَحُ الرَّقَبَةِ أَمَانٌ مِنَ الْغُلِّ
“ Mengusap leher adalah pengaman dari Al-Ghill ‘ dengki, iri hati, benci ’ .”
Juga hadits yang berbunyi,
مَنْ تَوَضَّأَ وَمَسَحَ عُنُقَهُ لَمْ يُغَلَّ بِالْأَغْلاَلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“ Siapa yang berwudhu dan mengusap lehernya, ia tidak akan dibelenggu dengan (rantai) belengguan hari kiamat .”
Kedua hadits ini adalah hadits palsu sebagaimana yang diterangkan oleh Imam Al- Albany dalam Silsilah Ahadits Adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah no. 69 dan 744.
Berkata Imam An-Nawawy , “ Tidak ada sama sekali (hadits) yang shahih dari Nabi shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam dalamnya (yakni dalam masalah mengusap leher/tengkuk-pent.) .”
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa 21/127-128, “Tidak benar dari Nabi shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam bahwa beliau mengusap lehernya dalam wudhu, bahkan tidak diriwayatkan hal tersebut dari beliau dalam hadits yang shahih. Bahkan hadits-hadits shahih, yang di dalamnya ada (penjelasan) sifat wudhu Nabi shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam , (menerangkan bahwa) beliau tidak mengusap lehernya. Karena itulah, hal tersebut tidak dianggap sunnah oleh Jumhur Ulama seperti Malik, Ahmad dan Syafi ’ iy dalam zhahir madzhab mereka …, dan siapa yang meninggalkan mengusap leher, maka wudhunya adalah benar menurut kesepakatan para ulama .”
Berkata Ibnul Qayyim, “Tidak ada satu hadits pun yang shahih dari beliau tentang mengusap leher .” Lihat Zadul Ma’ad 1/195.
Baca Al-Majmu’ 1/488 dan Nailul Authar 1/206-207.
Berdoa Setiap Kali Mencuci Anggota Wudhu
Tidak jarang kita melihat ada orang yang berwudhu, ketika berkumur-kumur, membaca,
اللَّهُمَّ اسْقِنِيْ مِنْ حَوْضِ نَبِيَّكَ كَأْسًا لاَ أَظْمَأُ بَعْدَهُ أَبَدُا
“Ya Allah berilah saya minum dari telaga Nabi-Mu satu gelas yang saya tidak akan haus selama-lamanya.”
Lalu ketika mencuci wajah, dia membaca ,
اللَّهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِيْ يَوْمَ تَسْوَدُّ الْوُجُوْهُ
“Ya Allah, putihkanlah wajahku pada hari wajah-wajah menjadi hitam.”
Kemudian ketika mencuci tangan, dia membaca ,
اللَّهُمَّ أَعْطِنِيْ كِتَابِيْ بِيَمِيْنِيْ وَلاَ تُعْطِنِيْ بِشِمَالِيْ
“Ya Allah, berikanlah kitabku di tangan kananku dan janganlah engkau berikan di tangan kiriku.”
Selanjutnya ketika mengusap kepala, dia membaca ,
اللَّهُمَّ حَرِّمْ شَعْرِيْ وَبَشَرِيْ عَلَى النَّارِ
“Ya Allah, haramkanlah rambut dan kulitku dari api neraka.”
Lalu ketika mengusap telinga, dia membaca ,
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ
“Ya Allah, jadikanlah saya dari orang-orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti yang terbaiknya.”
Terakhir ketika mencuci kaki, dia membaca ,
اللَّهُمَّ ثَبِّتْ قَدَمِيْ عَلَى الصِّرَاطِ
“Ya Allah, kokohkanlah kedua kakiku di atas jembatan (hari kiamat).”
Doa ini banyak disebutkan oleh orang-orang belakangan di kalangan Syafi’iyah, dan ini adalah perkara yang aneh karena tidak ada sama sekali landasan dalilnya. Bahkan Imam Besar ulama Syafi’iyah, yang dikenal dengan nama Imam An-Nawawy, menegaskan bahwa doa ini tidak ada asalnya dan tidak pernah disebutkan oleh orang-orang terdahulu di kalangan Syafi’iyah.
Maka, dengan ini, tidak diragukan bahwa doa ini termasuk bid’ah sesat dalam wudhu yang harus ditinggalkan. Lihat Al-Majmu’ 1/487-489.
Wallahu Ta’ala A’lam Wa Fauqa Kulli Dzi ‘Ilmin ‘Alim
sumber : qurandansunnah
0 komentar:
Posting Komentar