Berita Terbaru :

Cari Blog Ini

Kitab Wudhu (bagian 6)

25 Mei 2012

Bab Ke-70: Suatu Benda Najis yang Jatuh dalam Minyak Samin atau Air
Az-Zuhri berkata, "Tidak apa-apa mempergunakan air apabila rasa, bau, dan warnanya belum berubah."[53]
Hammad berkata, "Tidak apa-apa dengan bulu bangkai yang jatuh ke dalamnya (air)."[54]
Az-Zuhri berkata tentang tulang-tulang binatang mati (bangkai) seperti gajah dan lain-lainnya, "Aku sempat menemui beberapa orang ulama dari golongan salaf yang menggunakan sisir dengan tulang-belulang bangkai dan sebagai tempat minyak. Para ulama salaf menganggapnya tidak apa-apa."[55]
Ibnu Sirin dan Ibrahim berka,ta, 'Tidak apa-apa memperjualbelikan gading gajah."[56]
141. Dari Ibnu Abbas dari Maimunah bahwasanya Rasulullah saw ditanya tentang tikus yang jatuh ke dalam minyak samin. Beliau bersabda, "Buanglah (dalam satu riwayat: ambillah) tikus itu dan apa yang ada di sekitarnya, dan makanlah minyak saminmu."
[Sufyan ditanya, "Apakah Ma'mar menceritakannya dari Zuhri dari Sa'id bin al-Musayyab dari Abu Hurairah?" Sufyan menjawab, "Aku tidak pernah mendengar perkataan dari Zuhri kecuali dari Ubaidullah dari ibnu Abbas dari Maimunah dari Nabi Muhammad saw dan aku pernah mendengarnya darinya beberapa kali." 6/232][57] 
Bab Ke-71: Air yang Tidak Mengalir
143. Abu Hurairah mendengar Rasulullah saw bersabda, "Jangan sekali-kali seseorang dari kamu kencing di dalam air yang berhenti, tidak mengalir, lalu ia mandi di dalamnya."
142. Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Setiap luka yang diderita oleh seorang muslim di jalan Allah (dalam satu riwayat: Demi Allah yang diriku di tangan Nya, tidaklah terluka seseorang di jalan Allah-dan Allah lebih mengetahui siapa yang terluka di jalan-Nya itu-kecuali, 3/204) besok pada hari kiamat luka itu seperti keadaannya ketika ditikam dengan memancarkan darah, warnanya warna darah sedangkan baunya bau kesturi." 
Bab Ke-72: Apabila Suatu Kotoran atau Bangkai Diletakkan di atas Punggung Orang yang Sedang Shalat, Shalatnya Tidak Rusak
Apabila Abdullah bin Umar melihat ada darah di pakaiannya, sedangkan waktu itu ia shalat, ia membuang darah itu dan ia meneruskan shalatnya.[58]
Ibnul Musayyab dan asy-Sya'bi berkata, "Apabila seseorang melakukan shalat, padahal di bajunya ada darah atau ada janabah, atau shalat menghadap selain kiblat (secara tidak sengaja), atau dengan tayamum dan mendapatkan air sebelum waktu shalat berlalu, dia tidak harus mengulang shalatnya."[59]
144. Abdullah bin Mas'ud berkata, "Nabi Muhammad saw. melakukan shalat di Baitullah [di bawah bayang-bayang Ka'bah, 3/234], sedangkan Abu Jahal dan teman-temannya duduk-duduk. Ketika sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain (dalam satu riwayat: Abu Jahal dan beberapa orang Quraisy-dan ada unta yang disembelih di jalan ke arah Mekah) [Tidakkah kalian lihat orang yang sok pamer ini?,1/131], 'Siapakah di antara kalian yang dapat membawa tempat kandungan (tembuni) unta bani Fulan (dan dalam satu riwayat: dapat membawa kotorannya, darahnya, dan tembuninya), lalu meletakkannya pada punggung Muhammad apabila sujud?' Bangkitlah orang yang paling keparat (celaka) di antara kaum itu [yaitu Uqbah bin Abi Mu'ith, 4/71], lalu ia datang membawanya, kemudian ia memperhatikan, sehingga ketika Nabi Muhammad saw sujud ia meletakkannya pada punggung beliau di antara kedua pundak beliau. Aku melihatnya, namun sedikit pun aku tidak dapat berbuat apa-apa meskipun aku mempunyai penahan. Mereka mulai tertawa-tawa, sebagian mereka menempati tempat sebagian yang lain dan Rasulullah saw sujud tidak mengangkat kepala beliau sehingga Fatimah datang kepada beliau (dalam satu riwayat: maka ada seseorang yang pergi kepada Fatimah yang ketika itu Fatimah masih gadis kecil, lalu ia bergegas pergi), kemudian melemparkan tembuni dan kotoran itu dari punggung beliau [ia menghadapi mereka dan mencaci maki mereka. Dalam satu riwayat: dan ia mendoakan jelek kepada orang yang berbuat begitu], lalu beliau mengangkat kepalanya, kemudian [menghadap Ka'bah seraya berdoa, 5/5] (dan dalam satu riwayat: maka setelah Rasulullah saw selesai shalat), beliau berdoa, 'Ya Allah, atas-Mulah untuk mengambil tindakan terhadap orang-orang Quraisy (tiga kali).' Karenanya, mereka menjadi ketakutan karena beliau mendoakan jelek atas mereka-Kata Ibnu Mas'ud, 'Karena, mereka tahu bahwa berdoa di tempat itu sangat mustajab.'-kemudian beliau menyebut nama mereka satu per satu, 'Ya Allah atas-Mulah untuk mengambil tindakan terhadap Abu Jahal [bin Hisyam], atas-Mulah untuk mengambil tindakan terhadap Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Walid bin Utbah, Umaiyah (dalam satu riwayat: dan Ubay; dalam riwayat lain: atau Ubay) bin Khalaf, Uqbah bin Abu Mu'aith, dan Imarah bin al-Walid." Berkatalah [Abdullah bin Mas'ud], "Demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh aku melihat orang-orang yang dihitung oleh Rasulullah saw itu terbanting ke sumur, yakni sumur Badar." (Dalam satu riwayat: Sungguh aku melihat mereka terbunuh dalam Perang Badar [kemudian diseret], lalu dilemparkan ke dalam sumur, kecuali Umaiyyah atau Ubay, karena tubuhnya tambun (gemuk). Karenanya, ketika orang-orang menyeretnya, terputus-putuslah sebelum ia dilemparkan ke dalam sumur [mereka sudah berubah oleh sinar matahari karena hari itu sangat panas]. [Rasulullah saw lalu bersabda, "Dan orang-orang yang dimasukkan ke dalam sumur ini diikuti kutukan."]
Bab Ke-73: Ludah, Ingus, dan Lain-lainnya Pada Pakaian
Urwah berkata, "Dari Miswar dan Marwan, ia berkata, 'Nabi Muhammad saw keluar untuk berperang pada waktu terjadinya perdamaian Hudaibiyah.'" (Yang meriwayatkan hadits ini lalu melanjutkan hadits ini sampai panjang, lalu ia berkata, "Tidaklah Nabi Muhammad saw itu berdahak, melainkan dahaknya itu selalu jatuh pada tapak tangan seseorang (yakni golongan kaum muslimin), kemudian orang itu menggosokkannya pada muka dan kulitnya."[60]
(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Anas bin Malik yang disebutkan pada Kitab ke-8 'ash-Shalah', Bab ke-29."
Bab Ke-74: Tidak Boleh Berwudhu dengan Perasan Buah dan Tidak Boleh Pula dengan Sesuatu yang Memabukkan
Al-Hasan dan Abul Aliyah tidak menyukainya (yakni berwudhu dengan dua macam benda di atas)[61]
Atha' berkata, "Aku lebih senang bertayamum daripada berwudhu dengan perasan anggur dan susu."[62]
(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang tertera pada Kitab ke-74 'al-Asyribah', Bab ke-4.") 
Bab Ke-75: Wanita Mencuci Darah dari Wajah Ayahnya
Abul Aliyah berkata, "Usapilah kakiku karena ia sakit"[63]
(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Sahl bin Sa'ad yang tertera pada Kitab ke-64 'al-Maghazi', Bab ke-24.")
Bab Ke-76: Bersiwak (Menggosok Gigi)
Ibnu Abbas berkata, "Aku pernah bermalam di rumah Nabi Muhammad saw., lalu beliau membersihkan giginya dengan siwak."[64]
145. Hudzaifah berkata, "Apabila Nabi Muhammad saw bangun malam, beliau menggosok mulutnya dengan siwak."[65]
Bab Ke-77: Memberikan Siwak Kepada Orang yang Lebih Tua
Ibnu Umar berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Aku bermimpi, aku menggosok gigi dengan siwak, lalu datanglah dua orang yang salah satunya lebih besar (tua) dari yang lain. Aku memberikan siwak itu kepada orang yang lebih muda di antara dua orang itu. Dikatakanlah kepadaku, 'Dahulukanlah yang tua.' Karenanya, aku berikan siwak itu kepada orang yang lebih tua di antara keduanya."[66]
Bab Ke-78: Keutamaan Orang yang Tidur Malam dengan Berwudhu
146. Barra' bin Azib berkata, "Nabi Muhammad saw. bersabda kepadaku, 'Apabila kamu datang ke tempat tidurmu (hendak tidur), berwudhulah seperti wudhumu untuk shalat, kemudian kamu tidur miring pada bagian kanan kemudian ucapkanlah,

"Allahumma aslamtu [nafsii ilaika wa wajjahtu, 8/196] wajhii ilaika, wa fawwadhtu amrii ilaika, wa alja'tu zhahrii ilaika, raghbatan wa rahbatan ilaika, laa malja a wa la manjaa minka illaa ilaika. Allahumma aamantu bi kitaabikal-ladzii anzalta wa nabiyyakal-ladzii arsalta" 'Ya Allah, aku serahkan [diriku kepada Mu dan aku hadapkan, 8/196] wajahku kepada Mu dan aku limpahkan urusanku kepada Mu, aku perlindungkan punggungku kepada Mu, karena cinta dan takut kepada Mu. Tidak ada tempat berlindung dan tempat berlari dari Mu kecuali kepada Mu. Ya Allah, aku beriman kepada kitab-Mu yang telah Engkau turunkan dan beriman kepada Nabi-Mu yang telah Engkau utus'. 'Jika engkau meninggal pada malammu itu, engkau (dalam satu riwayat: meninggal, 7/174) dalam fitrah, (dan jika engkau bangun pagi, engkau mendapatkan pahala], dan jadikanlah kalimat itu kata-kata yang paling akhir engkau ucapkan (sebelum tidur).'"
Al-Barra' berkata, "Aku ulangi kalimat itu pada Nabi Muhammad saw. Ketika aku sampai pada kalimat Allahumma aamantu bi kitaabikal-ladzi anzalta 'Ya Allah, aku beriman kepada kitab-Mu yang telah Engkau turunkan', aku mengucapkan wa Rasuulika 'dan Rasul-Mu' (dalam satu riwayat: aku mengucapkan wa bi Rasuulikal-ladzii arsalta), maka beliau bersabda, 'Jangan (begitu) dan (ucapkan, 'wa nabiyyakal-ladzii arsalta' 'dan Nabi Mu yang Engkau utus')."

Catatan Kaki:
[1] Menunjuk kepada hadits Ibnu Abbas yang akan disebutkan secara maushul pada 22 - BAB.
[2] Menunjuk kepada hadits Abdullah bin Zaid yang disebutkan pada 23 - BAB.
[3] Menunjuk kepada hadits Utsman r.a. yang akan disebutkan secara maushul pada 24 - BAB.
[4] Yakni tidak ada satu pun hadits marfu' yang menerangkan cara wudhu Rasulullah saw. bahwa beliau pernah berwudhu lebih dari tiga kali. Bahkan, terdapat riwayat dari beliau bahwa beliau mencela orang yang berwudhu lebih dari tiga kali-tiga kali, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud dari hadits Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya dengan sanad hasan, sebagaimana dijelaskan dalam Shahih Abi Dawud (124).
[5] Saya katakan, "Perkataan 'Man istathaa'a'.... 'barangsiapa yang mampu ...' bukan dari kelengkapan hadits. Tetapi, ini adalah sisipan sebagaimana tahqiq sejumlah ahli ilmu di antaranya al-Hafizh Ibnu Hajar. Anda dapat mengetahui lebih luas tentang hal itu dalam Ash-Shahihah (1030).
[6] Riwayat ini mu'allaq menurut penyusun (Imam Bukhari), dan tampaknya menurut dia riwayat ini mauquf pada Zuhri perawi hadits yang maushul ini. Akan tetapi, al-Hafizh rahimahullah menguatkan bahwa hadits ini marfu', karena telah di-maushul-kan oleh as-Saraj di dalam Musnad-nya secara marfu' dengan lafal mu'allaq ini, dan di-maushul-kan oleh Ahmad dan lainnya dari hadits Abu Hurairah secara marfu', dan sanadnya sahih. Penyusun meriwayatkannya secara mu'allaq pada hadits yang akan disebutkan pada nomor 46.
[7] Yakni sejajar dengan beliau sebagaimana disebutkan dalam al-Musnad, dan sudah saya takhrij dalam Ash-Shahihah (606).
[8] Al-Hafizh berkata, "Ubaid bin Umair adalah seorang tabi'in besar, dan ayahnya Umar bin Qatadah adalah seorang sahabat. Dan perkataannya, "Mimpi para nabi itu adalah wahyu" diriwayatkan oleh Muslim secara marfu', dan akan disebutkan pada 97 -At-Tauhid dari riwayat Syarik dari Anas. Saya katakan bahwa hadits Anas yang akan disebutkan pada "BAB 37" dengan lafal : Tanaamu 'ainuhu wa laa yanaamu qalbuhu", dan di situ tidak disebutkan kalimat Ru'yal Anbiyaa'i haqqun" 'mimpi para nabi itu benar sebagaimana dikesankan oleh perkataannya. Dan yang berbunyi demikian ini juga tidak saya jumpai di dalam riwayat Muslim, baik yang marfu' maupun mauquf. Sesungguhnya perkataan itu hanya diriwayatkan secara mauquf pada Ibnu Abbas oleh Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah (nomor 463 dengan tahqiq saya) dengan sanad hasan menurut syarat Muslim.
[9] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq darinya dengan sanad sahih.
[10] Di-maushul-kan oleh al-Bazzar dengan sanad sahih.
[11] Di-maushul-kan oleh penyusun dalam Al-Adabul Mufrad dan di dalam sanadnya terdapat Sa'id bin Zaid, dia itu sangat jujur tetapi banyak kekeliruannya, sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh dalam At-Taqrib.
[12] Cerita ini akan disebutkan pada 65 - At-Tafsir dengan ada perbedaan redaksi dengan apa yang disebutkan di sini. Kami akan menyebutkannya dengan mengumpulkannya insya Allah (Al-Ahzab / 9 - BAB).
[13] Di-maushul-kan oleh penyusun pada hadits yang akan disebutkan pada "62 -Al Fadhaail / 21- BAB".
[14] Adapun yang diriwayatkan oleh Utsman sudah disebutkan secara maushul pada bab sebelumnya, sedangkan riwayat Abdullah bin Zaid akan disebutkan secara maushul pada Bab ke-40, sedangkan hadits Ibnu Abbas baru saja disebutkan secara maushul pada Bab ke-7 dengan lafal, 'Wa istansyaqa' tanpa menyebut "istintsar" secara eksplisit. Hal itu disebutkan dari jalan lain dari Ibnu Abbas secara marfu' dengan lafal, 'Istantsiruu marrataini baalighataini au tsalaatsa' yang diriwayatkan oleh penyusun (Imam Bukhari) sendiri dalam at-Tarikh dan ath-Thayalisi, Ahmad, dan lain-lainnya. Hadits ini sudah di-takhrij dalam Shahih Abi Dawud (129).
[15] Abu Dzar menambahkan, "Dan tidak mengusap kedua tumit".
[16] Takhrij-nya sudah disebutkan di muka.
[17] Di-maushul-kan oleh Imam Bukhari dalam at-Tarikh dengan sanad yang sahih darinya. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan hadits serupa darinya dengan isnad lain dan riwayatnya juga sahih.
[18] Bagian kalimat ini adalah mauquf dari Abu Hurairah, tetapi hal serupa juga diriwayatkan secara marfu' dengan isnad yang sahih dari hadits Ibnu Amr, diriwayatkan oleh Muslim (1/147-148) dan Ahmad (2/164,193, 201).
[19] Aku katakan, "Seakan-akan hadits ini tidak sah menurut penyusun (Imam Bukhari) rahimahullah menurut syaratnya, yakni tentang mengusap atas kedua terompah (sepatu), sedangkan menurut ulama lain adalah sah dari Nabi Muhammad saw. dan dari beberapa orang sahabat. Silakan baca catatan kaki kami terhadap risalah al Mashu 'alal-Jaurabaini karya al-Allamah al-Qasimi (hlm. 47-50, terbitan al-Maktab al-Islami).
[20] Aku katakan, "Yakni beliau tidak melepaskannya melainkan hanya mengusap atasnya, sebagaimana beliau mengusap kedua kaus kaki dan khuff (sepatu tinggi). Dengan semua ini, sah lah riwayat-riwayat dari Rasulullah saw. sebagaimana yang sudah aku tahqiq dalam catatan kaki dan catatan susulan aku terhadap kitab al Mashu 'alal-Khuffaini karya al-Allamah al-Qasimi, dan ini merupakan riwayat yang paling sahih untuk menafsirkan perkataan Ibnu Umar, 'Dan, beliau berwudhu dengan memakainya,' karena riwayat ini sah dari Ibnu Umar sendiri dalam riwayat bahwa Nabi Muhammad saw. mengusap atas keduanya. Sah pula riwayat yang sama dengan itu dari sejumlah sahabat antara lain Ali r.a.. Maka, perkataan penyusun (Imam Bukhari),'Dan, beliau tidak mengusap atas keduanya', adalah tertolak, sesudah sahnya riwayat dari Khalifah ar-Rasyid Ali bin Abu Thalib r.a..'"
[21] Ini adalah bagian dari hadits Aisyah yang disebutkan secara maushul pada Kitab ke-7 "Tayamum", Bab ke-1.
[22] Aku berkata, "Cerita ini bukanlah cerita yang tersebut pada Kitab ke-61 'Al-Manaqib', Bab ke-25 "A'lamun-Nubuwwah" karena pada salah satu cerita (riwayat) itu disebutkan bahwa kaum itu kurang lebih tiga ratus orang dan dalam riwayat lain disebutkan bahwa peristiwa itu terjadi dalam berpergian, sedang dalam riwayat ini disebutkan bahwa peristiwa ini terjadi di dekat masjid.
[23] Di-maushul-kan oleh al-Fakihi di dalam Akhbaaru Makkah dengan sanad sahih dari Atha' bin Abi Rabah.
[24] Diriwayatkan oleh al-Walid bin Muslim di dalam Mushannaf-nya dan Ibnu Abdil Barr dari jalan az-Zuhri dengan sanad sahih.
[25] Diriwayatkan oleh al-Walid bin Muslim dari Sufyan, yakni Sufyan ats-Tsauri.
[26] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad sahih dari Atha'.
[27] Di-maushul-kan oleh Said bin Manshur dan ad-Daruquthni dan lain-lainnya, dan riwayat ini sahih.
[28] Diriwayatkan oleh Said bin Manshur dengan sanad sahih darinya pada masalah pertama dan di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah darinya pada masalah lain, dan sanadnya juga sahih.
[29] Di-maushul-kan oleh Ismail al-Qadhi di dalam al Ahkam dengan sanad sahih darinya secara marfu', dan ini adalah sebuah riwayat dalam hadits paman Ubadah bin Tamim sebagaimana disebutkan pada Bab ke-4.
[30] Di-maushul-kan oleh Abu Dawud dan lainnya dengan sanad hasan dari Jabir, dan hadits ini telah ditakhrij dalam Shahih Abi Dawud (192).
[31] Al-Hafizh tidak meriwayatkannya.
[32] Atsar Thawus di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan isnad sahih darinya. Atsar Muhammad bin Ali yakni Abu Ja'far al-Baqir di-maushul-kan oleh Samwaih dalam al-Fawaid. Yang dimaksud dengan Atha' ialah Atha' bin Abu Rabah. Riwayat ini di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dengan sanad sahih. Atsar Ahli Hijaz diriwayatkan oleh Abdur Razzaq dari Abu Hurairah dan Said bin Jubair; diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Ibnu Umar dan Said bin al-Musayyab, dan diriwayatkan oleh Ismail al-Qadhi dari tujuh fuqaha Madinah, dan ini adalah perkataan Imam Malik dan Imam Syafi'i.
[33] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dan al-Baihaqi (1/141) dari jalannya dengan sanad sahih dari Ibnu Umar dengan lafal, "Ia kemudian mengerjakan shalat dan tidak berwudhu lagi."
[34] Di-maushul-kan oleh Sufyan ats-Tsauri di dalam Jami'-nya dengan sanad sahih dari Ibnu Abi Aufa dan dia ini adalah Abdullah bin Abi Aufa, seorang sahabat putra seorang sahabat radhiyallahu 'anhuma.
[35] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dari keduanya dan di-maushul-kan oleh Syafi'i dan Baihaqi (1/140) dari Ibnu Umar sendiri dengan sanad sahih.
[36] Aku berkata, "Hadits ini pun diriwayatkan dari Ubay secara marfu' pada akhir Kitab ke-5 'al-Ghusl'. Hadits ini mansukh (dihapuskan) menurut kesepakatan ulama empat mazhab dan lain-lainnya, dan hadits yang me-nasakh-kannya (menghapuskannya) sudah populer, lihat Shahih Muslim (1/187). Dalam masalah ini terdapat keterangan yang sangat bagus: bahwa sunnah itu adakalanya tersembunyi (tidak diketahui) oleh beberapa sahabat besar, yang demikian ini lebih pantas lagi tidak diketahui oleh sebagian imam, sebagaimana dikatakan oleh Imam Syafi'i, 'Tidak ada seorang pun melainkan pergi atasnya sunnah Rasulullah saw.. Karenanya, apabila aku mengucapkan suatu perkataan, atau aku menyandarkan sesuatu pada Rasulullah saw. yang bertentangan dengan apa yang sudah pernah aku katakan, pendapat yang harus diterima ialah apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw. dan itulah pendapatku (yang aku maksudkan dan aku pakai).' (Shifatush Shalah, hlm. 29 & 30, cetakan keenam, al-Maktab al-Islami). Karenanya, riwayat ini menolak dengan tegas sikap sebagian muqallid (orang yang taklid) yang akal mereka tidak mau menerima kenyataan bahwa imam mereka tidak mengetahui sebagian hadits-hadits Nabi dan karena itu mereka menolaknya dengan alasan bahwa imam mereka tidak mungkin tidak mengetahuinya. (Maka adakah orang yaxg mau sadar?)
*1*) Dalam bab ini, Syekh Nashiruddin al-Albani tidak membawakan satu pun riwayat, akan tetapi di dalam sahih Bukhari disebutkan dua buah hadits, yaitu:
Pertama: Dari Usamah bin Zaid bahwasanya Rasulullah saw. ketika berangkat dari Arafah, beliau berbalik menuju sebuah gunung lalu beliau memenuhi hajatnya (buang air). Usamah bin Zaid berkata, "Aku lalu menuangkan air dan beliau berwudhu. Aku kemudian berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah engkau hendak melakukan shalat? Beliau menjawab, 'Mushalah ada di depanmu (di Muzdalifah).'"
Kedua: Dari mughirah bin Syu'bah bahwasanya ia bersama Rasulullah saw. dalam suatu perjalanan dan beliau pergi untuk buang air, dan Mughirah menuangkan air atas beliau dan beliau berwudhu. Beliau membasuh muka dan kedua tangan beliau, mengusap kepala, dan mengusap kedua khuff (sepatu yang menutup mata kaki) beliau. (Silakan periksa Matan al-Bukkari (1/46), terbitan Darul Kitab al-Islami, Beirut-Penj.)
[37] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur dengan sanad sahih darinya dan ini lebih sahih daripada apa yang juga diriwayatkan oleh Sa'id dari Hammad bin Abu Sulaiman yang berkata, "Aku bertanya kepada Ibrahim tentang membaca Al-Qur'an di dalam kamar mandi, lalu Ibrahim menjawab, "Kami tidak menyukai hal itu." Atsar lainnya di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dan sanadnya juga sahih.
[38] Di-maushul-kan oleh ats-Tsauri di dalam Jami'-nya dari Hammad dan sanadnya hasan.
[39] Yakni, bangun dari ruku' kedua untuk berdiri sesudah itu dan berdirinya ini juga lama sebagaimana disebutkan dalam salah satu hadits shalat kusuf, dan hadits-hadits ini telah aku himpun dalam juz tersendiri.
[40] Aku berkata, "Perkataan ini terdapat di dalam al-Musnad (6/345) dengan lafal, "Walaqad amaranaa .... "Dengan tambahan wawu athaj.
[41] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah (1/24).
[42] Di-maushul-kan oleh Ibnu Khuzaimah di dalam Shahih-nya (157).
[43] Aku katakan bahwa riwayat ini ganjil karena bertentangan dengan semua riwayat.
[44] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dan ad-Daruquthni (hlm. 51), dan dia berkata, "Isnad-nya sahih."
[45] Ini adalah bagian dari hadits Abu Musa yang di-maushul-kan oleh Imam Bukhari dalam Kitab ke-64 "al-Maghazi, Bab ke-58."
[46] Di-maushul-kan oleh Imam Bukhari dalam Kitab ke-54 "asy-Syurut", Bab ke 15."
[47] Di-maushul-kan oleh Sa'ad bin Manshur dan Abdur Razzaq dan lain-lainnya dengan isnad sahih darinya.
[48] Di-maushul-kan oleh Imam Syafi'i dan Abdur Razzaq dengan isnad yang perawi-perawinya terpercaya, tetapi munqathi'. Di-maushul-kan oleh al-Ismaili dan al-Baihaqi dengan sanad yang bagus.
[49] Dalam riwayat Ibnu Khuzaimah disebutkan, "Dari satu bejana, semuanya bersuci darinya." Aku katakan bahwa peristiwa ini terjadi sebelum turunnya ayat hijab. Adapun setelah turunnya ayat hijab maka wudhu bersama itu hanya antara orang laki-laki dan istrinya serta muhrimnya.
[50] Imam Bukhari me-maushul-kannya di dalam bab sebelumnya.
[51] Di-maushul-kan oleh Abu Nu'aim, guru Imam Bukhari, di dalam "Kitab ash-Shalat" dengan sanad sahih dari Abu Musa, dan diriwayatkan pula oleh Sufyan ats-Tsauri dari Abu Musa juga.
[52] Informasi ini di-maushul-kan oleh Ahmad dan Abu Dawud dari Qatadah dari al-Hasan dari Hayyaj bin Imran bin Hushain dan dari Samurah secara marfu' tanpa perkataan "sesudah itu", dan sanadnya adalah kuat sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh (7/369).
[53] Di-maushul-kan oleh Ibnu Wahb di dalam Jami'-nya dengan sanad sahih dari az-Zuhri. Al-Baihaqi juga meriwayatkan yang sama dengannya.
[54] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dengan sanad sahih darinya, yaitu Hammad bin Abu Sulaiman al-Faqih.
[55] Al-Hafizh tidak men-takhrij-nya.
[56] Atsar Ibnu Sirin di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq, sedangkan atsar Ibrahim tidak di-takhrij oleh al-Hafizh, dan dia menjelaskan bahwa as-Sarkhasi tidak menyebutkan Ibrahim di dalam riwayatnya dan tidak menyebutkan banyak perawi dari al-Farbari.
[57] Aku katakan, "Sufyan-bin Uyainah-mengisyaratkan kekeliruan Ma'mar di dalam meriwayatkannya dari Zuhri dari ibnul Musayyab dari Abu Hurairah dan dia mengisyaratkan bahwa yang terpelihara ialah apa yang diriwayatkannya dari Zuhri-dan didengarnya dari Zuhri beberapa kali-dari Ubaidullah dari Ibnu Abbas dari Maimunah. Karena itu, Tirmidzi menukil dari Bukhari bahwa jalan periwayatan Ma'mar ini keliru dan yang terpelihara ialah riwayat Zuhri dari jalan Maimunah. Al-Hafizh berkata, "Adz-Dzahali memastikan bahwa kedua jalan ini sahih," dan al-Hafizh condong kepada pendapat adz-Dzahali ini. Akan tetapi, yang akurat menurutku ialah apa yang dikatakan penyusun (Imam Bukhari) sebagaimana sudah aku tahqiq di dalam kitab "adh-Dha'ifah" (1532).
[58] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad sahih dari Ibnu Umar.
[59] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dan Sa'id bin Manshur dan Ibnu Abi Syaibah dengan beberapa isnad yang sahih dari Ibnul Musayyab dan asy-Sya'bi secara terpisah.
[60] Ini adalah bagian dari hadits Perdamaian Hudaibiyah yang panjang dan akan disebutkan pada Kitab ke-54 'asy-Syurut', Bab ke-15."
[61] Atsar Al-Hasan di-maushul-kan oleh ibnu Abi Syaibah dan Abdur Razzaq dari dua jalan darinya dengan redaksi yang mirip dengannya, dan atsar Abul Aliyah di-maushul-kan oleh Abu Dawud dan Abu Ubaid dengan sanad sahih darinya dengan redaksi yang hampir sama, dan atsar itu tercantum di dalam Shahih Abi Dawud nomor 87.
[62] Di-maushul-kan oleh Abu Dawud juga, lihat di dalam Shahih-nya nomor 77.
[63] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dan Ibnu Abi Syaibah dengan sanad sahih.
[64] Di-maushul-kan oleh penyusun (Imam Bukhari) pada hadits nomor 92 di muka.
[65] Aku katakan, "Hadits: Lau laa an asyuqqa 'alaa ummatii ... dibawakan oleh penyusun pada Kitab ke-11 'al-Jum'ah' dan akan disebutkan di sana insya Allah pada Bab ke-9."
[66] Riwayat ini dibawakan secara mu'allaq (tanpa menyebut rentetan sanadnya) oleh Imam Bukhari rahimahullahu Ta'ala dan di-maushul-kan oleh Imam Muslim pada dua tempat di dalam Shahih-nya (7/57 dan 8/229). Hal ini samar (tidak diketahui) oleh al-Hafizh, lalu dia menisbatkannya kepada Abu Awanah, Abu Nu'aim, dan Baihaqi saja! Riwayat ini tercantum di dalam Sunan al-Baihaqi (1/40) dan dia berkata, "Imam Bukhari menjadikannya saksi (penguat)."
Share this Article on :

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 


Copyright©2012 MDT AT-TAUFIQ
Powered by Blogger.com.